Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini Starlink, sebuah layanan Internet berbasis satelit milik SpaceX, sudah mulai beroperasi di Indonesia dan menarik banyak minat dari kalangan penggiat atau pengguna Internet Indonesia. Namun, seiring dengan antusiasme tersebut, banyak juga opini yang beredar terkait dengan layanan Starlink, baik yang mendukung maupun yang kurang setuju dengan layanan Starlink ini. Yang mendukung berpendapat bahwa Starlink bisa menjadi solusi Internet berkecepatan tinggi dan stabil, bahkan sekarang sudah bisa menggantikan peranan base station atau tower untuk layanan Internet melalui jaringan seluler 4G/5G. Yang kurang mendukung beranggapan bahwa layanan ini akan mematikan layanan Internet di sebagian besar wilayah Indonesia, yang sebagian besar disediakan oleh ISP (Internet Service Provider) kecil-kecil, atau bahkan ada yang beranggapan bahwa kehadiran layanan ini tidak adil bagi penyedia jaringan Internet atau seluler yang sudah mengucurkan dana yang besar untuk membangun Infrastruktur Internet atau 4G/5G di seluruh kawasan Indonesia. Oleh karena itu dalam artikel kita coba untuk membahas fakta-fakta dan analisa-analisa teknis dari layanan Starlink itu sendiri, dan diharapkan bisa menjadi pertimbangan sebelum menggunakan layanan Starlink atau takut kalau Starlink akan mengancam bisnis Internet di Indonesia.
Layanan Starlink pertama kali diluncurkan di Amerika dan langsung mendapatkan respon yang sangat positif dari sebagian besar warga disana. Hal ini lebih disebabkan karena memang adanya permasalahan yang mendasar akan ketimpangan layanan broadband di sebagian besar wilayah Amerika. Walaupun hampir seluruh wilayah AS sudah memiliki akses internet, namun diperkirakan sekitar 42 juta orang tidak memiliki akses terhadap broadband Internet. Bahkan bagi mereka yang sudah memiliki broadband, diperkirakan hanya sekitar 157 juta orang Amerika, itupun yang sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan, tidak mendapatkan kecepatan broadband minimal 25 Mbps. Lebih ironis lagi, menurut sebuah artikel sumber dari tulisan ini, dalam suatu wilayah pedesaan di negara bagian New York, hanya sekitar 43 persen orang yang mempunyai kecepatan 25 Mbps. Kondisi ini semakin memprihatinkan, setelah para operator nirkabel meminta kelonggaran pengawasan peraturan dalam menyediakan broadband pedesaan melalui teknologi LTE dan 5G karena kebanyakan dari mereka gagal memenuhi kewajiban tersebut.
Layanan Starlink hadir untuk menawarkan ide layanan broadband dengan cara melakukan pembelian antena parabola seharga $499 dan biaya bulanan sebesar $99 untuk mendapatkan kecepatan Internet 100 Mbps untuk download dan 20 Mbps untuk upload. Layanan ini dianggap dapat mewujudkan mimpi sebagian masyarakat Amerika akan kecepatan Internet tinggi apalagi Starlink telah menetapkan target jangka panjang untuk memberikan kecepatan sampai 1Gbps untuk download. Hal ini akan meningkatkan persaingan layanan broadband yang saat ini tidak dimiliki oleh pasar broadband Amerika.
Oleh karena itu, bagi kita yang ingin mencoba layanan Starlink, ada baiknya kita melakukan evaluasi kecepatan Internet kita saat ini, terutama untuk yang sudah menggunakan koneksi broadband, apakah kecepatan kita sudah lebih besar dari kecepatan Internet rata-rata seperti yang terjadi di Amerika yaitu sekitar 25 Mbps.
Dengan ide layanan broadband tanpa batasan lokasi atau teritori, maka tidak mengherankan jika banyak orang yang tergila-gila dengan layanan Starlink, yang menjanjikan akses dengan menggunakan konstelasi ribuan satelit kecil yang menyelimuti bumi, seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini. Akses tersebut dilakukan dengan menggunakan antena array yang canggih pada parabola penerima untuk melacak posisi satelit-satelit tersebut yang bergerak melintasi langit dengan cepat. Dan apabila satelit-satelit itu dikerahkan sepenuhnya, maka Starlink akan menjadi operator dengan konstelasi satelit terbesar di dunia, yang dikelola oleh sistem panduan orbital otomatis dan sistem otomatis untuk menghindari tabrakan.
Namun perlu diketahui bahwa Starlink tetap merupakan teknologi satelit yang memerlukan persyaratan garis pandang atau Line-of-Sight untuk bisa melakukan komunikasi. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami apa yang bisa dan yang tidak bisa dilakukan oleh Starlink saat ini, serta apa saja yang mungkin bisa dilakukan Starlink di masa depan untuk memperbarui layanan ini. Seperti halnya teknologi mmWave 5G yang sangat populer, sinyal cahaya dari Starlink sangat halus. Sehingga jika ada satu pohon pun yang menghalangi pandangan parabola ke cakrawala bumi maka akan menurunkan dan mengganggu sinyal komunikasi tersebut. Kenyataan ini seperti yang sudah dijelaskan dalam situs web Starlink yaitu “Jika ada benda seperti pohon, cerobong asap, tiang, dan lainnya, yang bisa mengganggu jalur pancaran sinar, meskipun hanya sesaat, maka layanan internet Anda akan terganggu”. Kemudian dijelaskan juga seperti berikut ini “Panduan terbaik yang dapat kami berikan adalah memasang Starlink anda pada tempat tertinggi dalam suatu tempat yang aman, dengan pemandangan langit yang jelas. Bagi pengguna yang tinggal di daerah dengan banyak pohon tinggi, gedung, dan lain sebagainya, maka mungkin bukan kandidat yang baik sebagai pengguna awal dari Starlink.” Hal ini menekankan bahwa apapun impian kita akan Internet satelit yang cepat, tetap saja kita masih akan menghadapi masalah ini, sampai kita benar-benar bisa mengalahkan atau melampaui dari hukum fisika tentang perambatan cahaya.
Oleh karena itu kita perlu juga mempertimbangkan realitas ini sebelum mencoba layanan Starlink karena belum tentu kita bisa mendapatkan lokasi yang baik untuk menempatkan parabola penerima Starlink kita, dan apabila sudah memutuskan untuk mencoba Starlink make berusahalah untuk menyesuaikan saran dari Starlink untuk memasang parabola setinggi mungkin serta rekomendasi lainnya untuk mengamankan instalasi dari kondisi angin kencang karena kualitas sinyal yang diterima tergantung dari kestabilan posisi antena dari satelit tersebut.
Pada dasarnya teknologi Starlink berbeda dengan beberapa teknologi broadband satelit sebelumnya. Starlink menggunakan satelit LEO yang jarak orbitnya sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan jarak orbit satelit GEO (Geosynchronous Equatorial Orbit). Perbedaan jarak orbit LEO dan GEO seperti yang diilustrasikan dalam gambar dibawah ini. Satelit GEO berjarak sekitar 35.000 km di luar angkasa sedangkan satelit LEO hanya berjarak sekitar 550 km. Hal itulah yang menyebabkan jaringan berbasis GEO membutuhkan waktu RTT sangat besar atau sekitar 500 ms, dibandingkan dengan jaringan berbasis LEO yang hanya membutuhkan waktu RTT sekitar 50 ms.
Perbandingan Satelit GEO dan LEO
Jika kita melakukan perhitungan matematis untuk membandingkan antara jarak orbit dengan kecepatan cahaya maka hasilnya tidak akan bisa presisi, karena adanya perbedaan kecepatan dan metode perambatan cahaya di permukaan bumi dan di luar angkasa. Nilai RTT 500 ms pada jaringan berbasis GEO sebagian besar merupakan RTT di luar angkasa, sedangkan RTT 50 ms pada jaringan berbasis LEO sudah mencakup proses-proses lainnya seperti overhead pengkodean, dan berbagai proses yang lain yang total waktunya jauh lebih besar untuk jaringan berbasis GEO.
Starlink merupakan layanan yang berpotensi menjadi solusi Internet berkualitas baik dan cepat terutama untuk daerah terpencil atau daerah yang memiliki infrastruktur jaringan sangat terbatas. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa Starlink bukan merupakan teknologi baru atau teknologi jaringan masa depan secara umum, namun Starlink mampu memberikan kualitas jaringan Internet yang baik, cepat, dan yang paling penting adalah nilai round-trip time (RTT) yang rendah untuk melakukan koneksi Internet berkecepatan tinggi pada hampir di semua titik lokasi di bumi, seperti yang digambarkan dalam arsitektur jaringan Starlink dibawah ini.
Arsitektur Jaringan Layanan Starlink
Pada saat broadband satelit ramai dibahas di masa yang lalu, solusi tersebut bukan merupakan pilihan yang menarik bagi seseorang yang tinggal di luar pusat kota yang sudah menikmati layanan broadband berkecepatan tinggi. Namun solusi ini menjadi pilihan menarik bagi orang-orang yang tinggal di luar jangkauan jaringan broadband darat, baik dengan kabel maupun tanpa kabel. Tetapi layanan broadband Internet dengan satelit tradisional memiliki delay yang sangat besar (dimana RTT sekitar setengah detik atau 500 ms), yang menyebabkan berbagai macam masalah, terutama saat digunakan sebagai media transmisi suara maupun jaringan untuk layanan interaktif. Berbeda halnya dengan penyedia Internet satelit berbasis LEO (Low Earth Orbit) seperti Starlink yang mampu mengatasi permasalahan delay yang besar karena posisi orbitnya yang sangat rendah dari permukaan bumi.
Jadi siapakah target pengguna dari Starlink, paling tidak untuk saat ini. Yang paling masuk akal untuk menjadi pelanggan awal dari Starlink adalah pasukan militer yang pada saat beroperasi di daerah terpencil sering kali harus bergantung pada satelit GEO yang sering terganggu karena layanan yang sangat padat dan latency yang tinggi. Pasukan militer init termasuk satuan-satuan atau pos-pos yang bekerja di daerah perbatasan dimana sinyal komunikasi dari penyedia layanan suatu negara tidak dapat dijangkau, dan tidak memungkinkn untuk menggunakan layanan komunikasi dari negara tetangga.
Selain itu, ada pengguna potensial Starlink lainnya seperti maskapai penerbangan yang ingin menawarkan layanan Wi-Fi dalam penerbangan dengan kualitas yang lebih cepat dan stabil kepada para penumpangnya, serta bisnis komersial lainnya yang berada di daerah pedesaan yang mungkin juga ingin mendapat manfaat layanan dari Starlink. Dan tentu saja banyak sekali calon pengguna layanan Starlink baik di perkotaan maupun pedesaan yang ingin melakukan ujicoba tanpa ada kebutuhan atau permasalahan koneksi Internet secara khusus.
Namun bagi banyak pelanggan, terutama bisnis komersial, selalu ada peluang untuk mencari alternatif yang lebih murah selain Starlink karena bagi mereka yang terpenting adalah layanan Internet tersebut bisa memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu seorang petani atau nelayan yang menggunakan sensor pintar untuk melacak hal-hal seperti cuaca lokal, kondisi tanah atau air laut, tidak memerlukan layanan Internet broadband untuk menghubungkan perangkat-perangkat ini. Oleh karena itu selalu ada peranan bagi perusahaan-perusahaan Internet kecil di berbagai daerah pedesaan untuk melayani mereka. Sebagai contoh perusahaan Swarm yang berbasis di Amerika, yang menggunakan sistem dengan lebih dari 120 satelit kecil untuk membantu menghubungkan perangkat IoT untuk kasus-kasus penggunaan dari para petani dan nelayan. Swarm (yang baru-baru ini juga diakuisisi oleh SpaceX) menawarkan paket data mulai dari $5 per bulan untuk setiap pelanggan.
Saat ini Starlink dilihat sebagai cara untuk mendapatkan Internet berkualitas baik dan berkecepatan tinggi bahkan ketika Internet terestrial di atas permukaan tanah (atau bahkan fiber optik) sudah ada. Padahal masyarakat di pinggiran kota yang tidak mempunyai cakupan terestrial atau fiber optik yang baik tentu lebih berhak untuk bisa mengakses Internet berbasis satelit untuk kualitas Internet yang baik dan berkecepatan tinggi. Realitas ini menyebabkan kualitas dari layanan Starlink menjadi berkurang karena “kompetisi” antar masyarakat pengguna untuk mendapatkan layanan Internet ini. Ketika semakin banyak orang yang mengambil layanan di lokasi yang hampir sama (apalagi di daerah perkotaan yang padat pengguna), dan mengambil pancaran dari satelit LEO yang sama dalam waktu yang sama jug, maka pancaran tersebut harus dipecah menjadi unit-unit yang lebih kecil untuk dibagikan. Hal ini yang disebut dengan 'multiplexing' dan satu-satunya cara yang adil adalah dengan membaginya menjadi bagian yang kira-kira sama besarnya. Sebagai contoh apabila satu pengguna bisa mendapatkan kecepatan 100 Mbps sekarang, maka ketika lima pengguna lainnya mulai terhubung, maka kecepatannya tidak lagi 100 Mbps. Ada kalanya masih mencapai maksimum 100 Mbps, tapi mungkin juga hanya ~20 Mbps sesuai dengan tingkat “keadilan” dari pembagian pancaran satelit LEO tersebut.
Jadi sebenarnya ada masalah besar dibalik antusiasme dari layanan Starlink yaitu biaya yang mahal dalam situasi dan kondisi tertentu. Harga langganan layanan Starlink di Amerika sekitar $99 dengan kecepatan yang bisa sangat bervariasi. Namun rata-rata pengguna dijamin oleh Starlink untuk mendapatkan kecepatan Internet puncak mulai dari 50 Mbps sampai dengan 150 Mbps. Pelanggan di Amerika harus membayar perusahaan Internet dengan satelit tradisional seperti Viasat (yang mengoperasikan satelit GEO) dengan dua kali lipat dari harga layanan Starlink untuk mendapatkan kecepatan Internet yang sama. Namun bagi pelanggan yang tinggal di daerah perkotaan yang berpenduduk cukup padat, menghabiskan $99 per bulan dengan ISP berbasis kabel mereka bisa mendapatkan kecepatan Internet mendekati 1.000 Mbps atau 1 Gbps.
Selain itu model instalasi layanan Starlink yang mengharuskan pembayaran di muka merupakan model yang merugikan pelanggan, karena pelanggan harus membayar tanpa mengetahui apakah layanan Internet dengan kualitas yang dijanjikan dapat diperoleh atau tidak. Ironisnya, walaupun layanan Starlink mematok biaya yang cukup tinggi untuk peralatan seperti parabola dan router di awal yang mencapai $499 seperti di Amerika, namun peralatan tersebut dijual Starlink kepada pelanggan dengan kerugian karena total biaya produksi perangkat tersebut masih lebih mahal dari harga instalasi awal. Oleh karena itu saat ini, Starlink mencoba mendapatkan banyak pelanggan tanpa melakukan pengecekan apakah lokasi tersebut sesuai atau tidak dengan prasyarat dan rekomendasi untuk mendapatkan layanan Internet dengan kualitas yang baik dan stabil, agar Starlink dapat lebih cepat mengembalikan modal penggelaran infrastruktur dan biaya produksi perangkat penerima.
Bagaimana menurut anda, apakah setuju dengan kehebatan Starlink untuk memberikan layanan Internet berkecepatan tinggi di semua lokasi tempat tinggal, di segala kondisi cuaca, dan untuk setiap kalangan pengguna Internet?
Kalau belum pasti, silahkan tunggu artikel selanjutnya mengenai kehebatan Starlink yang lainnya termasuk apakah mungkin menggantikan infrastruktur jaringan 4G/5G.
Sumber:
https://blog.apnic.net/2021/04/22/starlinks-high-speed-satellite-internet-whats-the-catch/
https://www.theverge.com/22435030/starlink-satellite-internet-spacex-review
https://www.technologyreview.com/2021/09/06/1034373/starlink-rural-fcc-satellite-internet/